Sunday, November 16, 2008

Banyak Teman = Banyak Saudara = Banyak Rejeki

Base on my True Story!Semoga anda bisa mengambil manfaat darinya, atau kalaupun tidak, semoga bisa jadi bahan bacaan pengantar "medhang kopi plus gorengan tempe"...

CHAPTER I : TEMAN LAMA
Bayangan hutan dan gajah-gajah berkeliaran, orang-orang yang kasar, galak...langsung buyar...Pertama kali saya menginjakkan kaki di Kota Metro Lampung, pada sekitar tahun 2004 akhir, saya benar-benar merasa kembali ke "habitat asli" saya. Tidak seperti kota-kota lain di Propinsi Lampung pada umumnya, Kota Metro, hampir 80% dihuni oleh para ex-transmigran Jawa. Walhasil, bahasa pengantar sehari-hari, di pasar, di sekolah, di puskesmas dan tempat-tempat umum lain kebanyakan adalah bahasa Jawa. Ya ini sama sekali tak terasa asing...Keramahan Metro, membuat saya seperti di kampung sendiri...
Sebagai perantau, saya yang asli Purwokerto Jawa Tengah, dan istri yang berdarah Jogjakarta tapi menetap di Solo, jelas merasa bahwa mungkin inilah saat-saat krusial dalam kehidupan rumah tangga kami yang harus kami jalani. Jauh dari orang tua, jauh dari saudara. Persoalan apapun nampaknya harus dapat kita hadapi dan pecahkan sendiri..
Benar saja,..pada bulan-bulan pertama, saya yang masih pengangguran harus mencari kesana-sini tempat untuk kami mencari nafkah. Dan dari sinilah, saya memahami benar apa arti teman yang sebenarnya...Ya...Allah mengirim bantuan melalui cara-Nya...
Tidak sampai 1 bulan lamanya -saya nganggur- saya mencoba untuk bertemu dengan seorang kakak kelas sewaktu di FK UMY, namanya dr.Afnizal. Setelah bincang sana-bincang sini, beliau setuju menawarkan saya posisi sebagai dokter jaga di RS Harapan Bunda Lampung Tengah, dimana beliau termasuk sebagai salah satu pemiliknya. Walaupun cuma 1 hari dalam seminggu, tapi tawaran itu seolah-olah memecah "kebuntuan" kerja yang saya alami. Oh ya, kedekatan kami bukanlah instan, karena sebelum kami menjadi dokter "betulan", saya aktif di organisasi dimana mas Af (begitu saya memanggil dr.Afnizal) menjadi pimpinan saya. Sehingga memori kedekatan itu, walaupun telah lama terjadi, ternyata telah mempermudah saya.
Beliau juga dengan senang hati mengantarkan saya menemui rekannya, seorang direktur sebuah RS di Kotabumi Lampung Utara untuk lebih memberi saya tempat yang lebih "layak". Tapi kepergian kami ke Kotabumi tidak membawa hasil positif, karena pada saat bersamaan, sang Direktur RS tersebut sedang mengikuti pendidikan di luar kota. Dari situ, tercetus ide mas Af untuk membawa saya bertemu dengan seorang rekannya lagi, dr.Budi Sudarsono, seorang direktur RS Islam Metro. Dan rupanya, jalan menjadi begitu mulus, ketika dengan serta merta dr.Budi mengiyakan saya untuk dapat bekerja di RS yang dipimpinnya.
**
Yang ingin saya katakan disini adalah, ternyata betapa pentingnya kita mengenal banyak orang, mempunyai teman, dan menjalin "pertemanan" itu dengan baik. Kita tak akan pernah menyangka, bantuan-bantuan tak terduga bisa berasal dari teman-teman kita di masa lalu. Saya membuktikannya!
**

CHAPTER II : KERJA KERAS, KERJA IKHLAS
Kebetulan saya kebagian tempat tugas di sebuah Puskesmas Rawat Inap. Di Metro, ada 2 puskesmas rawat inap dari total 8 puskesmas yang ada. Bulan pertama ada disana, rasanya begitu berat. Karena kita harus bersedia dipanggil "24/7". Padahal waktu itu, jarak dari puskesmas ke rumah dinas ditempuh kurang lebih 15 menit berkendara. Bayangkan..kalau telpon berdering dini hari, mengabarkan ada pasien gawat yang perlu dilihat?? menyebalkan bukan?? Well, saya harus katakan, itu sangat menyebalkan...tapi sebagai dokter, itulah pekerjaan saya, itu resiko yang saya pilih. Saya berpikir, bahwa kita harus berani untuk keluar dari "kenyamanan" kita untuk sesuatu yang lebih besar...Saya mencobanya, saya bertahan disana. Dan sekarangpun saya masih ada disana.
Dan, akhirnya sesuatu yang besar itupun akhirnya datang. Diawali adanya Kejadian Luar Biasa (KLB) Demam Berdarah di Kota Metro, puskesmas kami menjadi begitu "melejit" ketika datang instruksi dari Kepala Dinas Kesehatan kami, bahwa pasien-pasien yang tidak tertampung di Rumah Sakit -karena mem-bludaknya pasien- akan dikirim ke puskesmas kami dan dirawat. Kekurangan sarana, obat-obatan dan tenaga, tidak menjadikan saya surut. Justru, bagi saya ini adalah tantangan yang harus dijawab. Saya ingin menunjukan, bahwa segala sesuatu bila kita kerjakan dengan sungguh-sungguh, kita sudah 90% menuju keberhasilan. 10% sisanya adalah bagaimana kita memanfaatkan semua keterbatasan yang ada menjadi potensi yang bisa digunakan. Setelah 3 bulan, kerja keras kami semua, akhirnya berbuah. Keberhasilan menangani pasien-pasien DBD yang datang dirawat di puskesmas kami, dilihat sebagai prestasi yang membanggakan. Dan beruntunglah anda, jika anda adalah pimpinan. Karena kesuksesan hasil kerja keras "anak buah", sang pemimpin-lah yang akan mendapat "hadiahnya". Dan sayapun mendapatkannya...Siang itu, saya mendapat sebuah telpon dari seorang teman (yang kebetulan ada pada posisi strategis untuk memberi masukan kepada kepala Dinas). Begini isi percakapannya "Pik, gimana kalo kamu saya calonkan jadi TKHD??" Sebuah tawaran sebagai petugas kesehatan haji daerah..Sungguh hadiah yang luar biasa. Tentu dengan serta merta saya mengiyakannya. Pada suatu kesempatan yang lain, karena penasaran, saya pernah bertanya kepada teman saya ini, kenapa saya direkomendasikan. Beliau menjawab, bahwa itu adalah buah dari kerja keras kami ketika KLB DBD. Alhamdulillah... Tanpa saya minta, atau bahkan melobi...ternyata, kesempatan itu datang lebih cepat dari yang saya perkirakan.
**
1. Kadang (walau tidak selalu), berani untuk keluar dari zona nyaman dan merasakan sesuatu yang sulit, akan membuahkan hasil yang luar biasa.
2. Dalam mengerjakan sesuatu, hendaknya kita lakukan dengan sungguh-sungguh, sekuat tenaga dan tanpa pamrih. Yakinlah bahwa, pasti ada orang yang akan menghargai pekerjaan kita dan memberi penghargaan terhadapnya. Dan jika itupun tidak ada, yakinlah bahwa yang kita kerjakan dengan ikhlas itu akan menjadi pahala. Alhamdulillah, Saya beruntung mendapatkan keduanya.
**

CHAPTER III : DATUK dan NYAI
Datuk adalah panggilan orang Lampung yang artinya kakek. Sedangkan Nyai artinya nenek. Saat ini, anak saya yang kelahiran Metro, punya Datuk dan Nyai yang Lampung aseli dan maksudnya bukan mbah-mbahnya yang ada di Jawa sana. Kok bisa? Emang saya poligami, terus dapat orang lampung?? Jawabannya jelas tidak. Saya yang selalu punya semboyan "Viva Monogami" masa kawin lagi..Hehehe
Istri saya, memang terkenal "cerewet" menurut teman-temannya. Kalau saya pribadi, menganggap dia tidak cerewet, tapi istilah jawanya "grapyak". Dan Ke"grapyak"annya itu telah membawa kami kepada seorang Bidan, namanya Theresia Supartini,atau panggil saja bu Tris. Sejak bersama-sama di satu puskes dengan bu Tris, istri saya entah bagaimana telah "memikat" hati bu Tris. Sehingga, hubungan kami sekeluarga dengan keluarga bu Tris, tidak hanya berlangsung di tempat kerja. Sering, bu Tris dan anak-anaknya datang ke rumah, membawa makanan untuk kami yang waktu itu masih berdua saja. Beliau maklum, dengan hanya berdua dan semuanya bekerja, istri saya hampir dipastikan jarang sekali masak. Dan bu Tris tahu itu..
Suatu saat, Ibu dan Bapak saya datang jauh-jauh dari Purwokerto untuk menengok kami, dan secara tak sengaja, bu Tris dan Bapak-suaminya bu Tris, juga main ke rumah kami. Singkat cerita, diujung perpisahan dengan bu Tris yang berpamitan, Bapak saya bilang begini, "Pak, Bu, Saya nitip anak saya, tolong dianggap sebagai anak sendiri..."
Pesan yang begitu singkat ini, ternyata ampuh sekali. Bu Tris benar-benar menjadikan kami "anggota" keluarga mereka. Sampai-sampai jika lama kami tak datang, mereka telpon dan mencari-cari. Ya, sejak itu...kami punya "bapak dan ibu" baru, yang sama perhatiannya dengan orang tua kami.. Perhatian dan juga kasih sayang itu lebih terlihat ketika anak pertama kami akan lahir. Merekalah orang-orang yang begitu dekat dengan kami disaat-saat kami melewatkan masa-masa berat itu. Sungguh, tanpa mereka, kami pasti merasa bahwa kami ini tak punya siapa-siapa. Karena orang tua kami tidak bisa langsung datang ketika dokter kandungan kami mengatakan bahwa istri saya harus operasi caesar hari itu.
Anak kami sekarang berumur 2 tahun, sejak lahir kami mencoba membiasakan anak kami untuk memanggil Datuk dan Nyai, agar anak kami tahu...bahwa dia juga punya kakek dan nenek orang Lampung yang menyambutnya ketika pertama kali dia melihat dunia.
**
Don't look the book just from the cover, begitu kata Tukul Arwana kalo ingin bilang jangan lihat orang hanya dari luarnya. Selalu ada kebaikan dalam diri seseorang, bahkan pada orang yang kita pikir, mereka adalah orang-orang yang oportunis dan terkenal berbudaya kasar sekalipun. Saya bisa berkata demikian, karena saya merasakannya!!
**

To Be Continued...

No comments:

Post a Comment